
Pemandangan Gunung Batok dari pinggiran jalan menuju Mentigen. (Foto: Papar/Najib)
JURNAL PAPAR, Probolinggo – Hari masih gelap ketika kami melintasi jalan desa menuju Mentigen. Rencana awal kami adalah mengejar sunrise di Mentigen Hill, salah satu spot terbaik menikmati fajar di kawasan Sukapura. Namun, waktu meleset dari rencana. Matahari telah menggeliat dari peraduannya, dan kabut mulai mengendap pelan di antara bukit dan jalan setapak.
Mentigen Hill adalah salah satu spot sunrise favorit di kawasan Bromo, tepatnya berada di wilayah Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Probolinggo. Letaknya cukup strategis dan bisa dijangkau tanpa kendaraan 4WD.
Untuk menuju ke tempat ini, setidaknya kami perlu menempuh kurang lebih satu kilometer dari penginapan. Kami memilih berjalan kaki, untuk menghangatkan tubuh dan eksplorasi daerah sekitar.
Meskipun Bromo pagi itu tidak menampilkan lukisan langit yang sempurna. Namun, tetap saja, Bromo adalah Bromo. Bahkan saat kabut menggulung pelan, gunung ini menyimpan keajaiban visual dari setiap sudut pandang. Seperti yang dikatakan banyak fotografer: tidak ada waktu yang salah untuk mengambil gambar di Bromo.
Perburuan foto pun bergeser dari puncak ke pinggir jalan. Sepanjang jalan menuju Mentigen Hill, lanskap terbuka memamerkan Gunung Batok yang berdiri megah di antara siluet pegunungan lain.
Warna-warna pucat pagi hari bersatu dengan kabut, menciptakan suasana magis yang membuat kami tak berhenti menekan tombol kamera.
Sebelum berangkat, kami sempat berbincang dengan Pak Pandi, pemilik warung kopi kecil di sekitar Ngadisari.
"Mentigen mas, bagus lek mau liat sunrise,” katanya dengan yakin.
Namun sayang, langit telah berubah terang sebelum kami sampai. Kami hanya sempat memotret dari sisi jalan setapa, yang ternyata, justru menjadi kanvas tak terduga bagi mata lensa.
Alih-alih menyerah, kami berhenti di jalan desa menuju Mentigen. Kabut pagi mengambang tipis, menyelimuti jalan dan umah warga yang mulai sibuk.
Jalan setapak itu bukan spot utama, namun begitu kami berhenti dan mengangkat kamera, kami sadar: keindahan tidak hanya milik puncak tapi juga tersebar di sepanjang perjalanan.
Tak lama, kami bertemu dengan Pak Paulus, anggota rombongan yang lebih dahulu naik ke Mentigen Hill. Ia dengan antusias menunjukkan hasil jepretannya, siluet matahari terbit menyapa puncak-puncak gunung, garis cakrawala berwarna jingga, dan kabut tipis yang membelai lereng.
“Dari sini kelihatan semua. Gunung Batok, Semeru di kejauhan, terus lembah-lembahnya. Sunrise-nya luar biasa,” ujarnya.
Kami hanya bisa mengangguk, sedikit menyesal namun tetap tak kecewa. Karena di Bromo, tiap jengkal tanah adalah galeri alam. Dari spot utama hingga sudut-sudut tersembunyi, tiap langkah adalah potensi gambar yang menakjubkan.
Mentigen mungkin tak kami capai tepat waktu, tapi perjalanan tetap memberi cerita. Dan dalam dunia fotografi, kadang bukan soal tempat, tapi tentang momen dan rasa yang ditangkap kamera.
Bromo, dalam segala cuacanya, tetaplah panggung megah bagi para pemburu matahari terbit. ***
Berita Terkait

Paparan Khusus
Eksotika Bromo 2025 (SERI 4): Ketika Joko Seger dan Roro Anteng Menari di Panggung Bromo

Paparan Khusus
Eksotika Bromo 2025 (Seri 3): Tempat Sujud Manusia Gunung yang Jadi Panggung Olivia Zalianti
Tag
Arsip
Berita Populer & Terbaru
























































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































Polling Online
Tidak ada polling tersedia.