Polemik Kepengurusan Klenteng Kwan Sing Bio, Pemilihan Sah Tapi Terjadi Konflik?

11 June, 2025

JURNAL PAPAR, TUBAN – Klenteng Kwan Sing Bio, ikon spiritual terbesar di Asia Tenggara yang terletak di Tuban, Jawa Timur, kini berada dalam pusaran krisis legitimasi. Kekosongan kekuasaan selama enam bulan yang seharusnya menjadi momentum transisi damai, justru berubah menjadi medan konflik internal yang membahayakan fungsi keagamaannya.

Pemilihan ketua baru akhirnya digelar secara mandiri, dengan Tjong Ping keluar sebagai pemenang setelah mengantongi 78 suara. Ia unggul dari dua kandidat lainnya, yakni Tan Ming Ang (56 suara) dan Bambang Hartanto (39 suara). Namun, kemenangan tersebut tidak serta-merta mengakhiri polemik. Justru sebaliknya, pemilihan itu menjadi titik awal konflik terbuka antara kelompok pendukung kepengurusan lama yang disebut-sebut berasal dari lingkaran konglomerat Surabaya dan kelompok pembaru yang mengusung semangat regenerasi.

Ketegangan meningkat drastis pada Senin malam (9/6), ketika terjadi aksi dorong-mendorong antar dua kubu di halaman klenteng. Sejumlah pintu utama digembok oleh kelompok yang belum mengakui hasil pemilihan. Hingga Selasa pagi (10/6), klenteng tetap tertutup dan aktivitas ibadah terhenti total. Sebuah pemandangan yang sangat ironis untuk tempat suci yang selama ini menjadi pusat spiritual umat Tridharma di kawasan Asia Tenggara.

Situasi diperparah dengan sikap sejumlah tokoh senior yang masih bersikukuh mempertahankan status quo. Sementara itu, generasi muda terus mendorong perubahan dan tata kelola yang lebih terbuka, modern, serta sesuai semangat zaman. Namun tanpa komunikasi lintas generasi yang sehat, pertarungan ini berisiko mengoyak jantung spiritual masyarakat Tridharma Tuban.

Yudi Susanto, mantan penilik klenteng Kwan Sing Bio, menyampaikan harapannya agar seluruh pihak kembali ke meja dialog. “Rekonsiliasi adalah jalan satu-satunya. Jika tidak, kita akan menyaksikan rumah ibadah ini kehilangan fungsinya bukan karena musuh dari luar, tapi karena perpecahan dari dalam,” tegasnya.

Kwan Sing Bio bukan sekadar klenteng. Ia adalah simbol harmoni dan akulturasi lintas budaya. Tapi jika konflik ini terus dibiarkan tanpa penyelesaian, maka klenteng terbesar di Asia Tenggara itu bisa berubah menjadi monumen bisu atas kegagalan komunikasi antarumatnya sendiri.