Pengamat: Hearing Kelenteng Kwan Sing Bio di DPRD Tuban Dikhawatirkan Pengaruhi Proses Hukum di Pengadilan

02 August, 2025

JURNAL PAPAR, Tuban – Langkah DPRD Tuban menggelar rapat dengar pendapat terkait polemik internal Kelenteng Kwan Sing Bio, menuai kritik tajam dari kalangan praktisi hukum. Forum yang sejatinya menjadi ruang penengah justru dianggap memperkeruh persoalan karena dinilai tak berpihak pada prinsip keadilan.

Ketegangan mencuat ketika salah satu kuasa hukum tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan pernyataan dalam forum tersebut. Ketua Komisi II DPRD Tuban, Fahmi Fikroni, hanya mengizinkan pihak kuasa hukum dari pemohon hearing untuk berbicara. Sikap ini dinilai sepihak dan mencederai semangat keadilan.

Pengamat hukum Muhammad Musa menyayangkan keterlibatan pihak yang sedang bersengketa di pengadilan dalam forum terbuka seperti itu. Menurutnya, keputusan DPRD yang menghadirkan penggugat dan tergugat dalam forum legislatif bisa berdampak pada independensi proses hukum yang tengah berjalan di pengadilan.

“Saya khawatir bahwa dengan hearing ini mempengaruhi keputusan di pengadilan, sehingga putusan pengadilan nanti tak adil atau berpihak kepada salah satu pihak,” jelas Musa kepada Jurnal Papar, Sabtu, 2 Agustus 2025.

Tak hanya itu, Musa juga menilai DPRD bertindak diskriminatif karena membatasi peran kuasa hukum. Dalam pandangannya, seorang advokat berhak mendampingi kliennya di forum apapun, selama memiliki surat kuasa yang sah, termasuk di ruang audiensi DPRD.

“Memberi kuasa hukum kepada seseorang yang memiliki legalitas, maka dia berhak dimanapun untuk berbicara atas nama kliennya. Saya sangat menyayangkan hal itu,” tambahnya.

Kritik serupa disampaikan Ketua DPC Peradi Tuban, Tri Astuti Handayani. Ia menyatakan, seorang kuasa hukum tak bisa dilarang untuk mendampingi kliennya, apalagi dalam forum yang membahas substansi perkara. Jika pelarangan itu terjadi, maka ada indikasi pembatasan hak pendampingan hukum.

“Karena seorang advokat bisa mendampingi di tingkat persidangan atau litigasi dan diluar persidangan atau non litigasi,” jelasnya saat dikonfirmasi awak media melalui pesan singkat, Kamis 31 Juli 2025

Saat ditanya soal tidak didengarkannya kuasa hukum pada hearing itu, Tri Astuti mengatakan jika kemungkinan memang DPRD memiliki aturan khusus pada forum tersebut.

“Faktor lainnya, termasuk dinamika internal DPRD atau kebijakan khusus terkait kasus tersebut. Jika merasa ketidakadilan dalam proses ini untuk meminta klarifikasi lebih lanjut dan mencari solusinya,” pungkas Tri Astuti.

Nang Engki Anom Suseno selaku kuasa hukum penggugat menilai pimpinan rapat menunjukkan kegamangan dalam memimpin forum, sehingga arah diskusi menjadi kabur dan cenderung memicu ketegangan baru.

Sikap pimpinan dinilai tidak tegas dan penggunaan bahasa yang disampaikan selama forum berlangsung dianggap tidak netral. “Kami masih pikirkan melihat ternyata forum hearing tempo hari pimpinan rapat mengalami kegamangan serius dalam memimpin jalannya forum." Katanya

"Dan sebenarnya output apa yang bisa didapat dari hearing tersebut jika demikian sistem yang dijalankan. Itu jadi tanda tanya besar kami. Bahasa yang disampaikan sangat tendensius,” ungkapnya, saat dikonfirmasi melalui pesan singkat pada Kamis 31 Juli 2025.

Polemik yang terjadi dalam forum legislatif ini menjadi sorotan publik. Alih-alih menjadi penengah dalam konflik internal rumah ibadah, DPRD justru dianggap memperbesar celah ketegangan dengan keputusan-keputusan yang dianggap tidak adil dan tak netral oleh beberapa pihak. ***