Go Tjong Ping Resmi Digugat ke Pengadilan, Terkait Kepengurusan Klenteng Kwan Sing Bio Tuban

13 July, 2025

JURNAL PAPAR, Tuban – Konflik kepengurusan di tubuh TITD Klenteng Kwan Sing Bio Tuban kembali memanas. Setelah disomasi, kini Go Tjong Ping atau Teguh Prabowo Gunawan , yang baru saja terpilih sebagai Ketua Klenteng pada 8 Juni lalu, resmi digugat ke Pengadilan Negeri (PN) Tuban.

Gugatan itu diajukan oleh tiga orang umat Klenteng Kwan Sing Bio. Mereka menggugat tidak hanya Go Tjong Ping secara pribadi, tetapi juga seluruh jajaran pengurus dan penilik yang total ada 14 orang.

Kepastian gugatan itu diungkapkan Nang Engki Anom Suseno, kuasa hukum umat penggugat Go Tjong Ping dalam konferensi pers di Kantor WET Law Institute pada Sabtu 12 Juli 2025.

"Tepatnya kemarin, hari Sabtu, kita mendaftar gugatan atas prosesi pemilihan penilik dan pengurus TITD Kwan Sing Bio ke Pengadilan Negeri Tuban," jelasnya 

"Kami tidak hanya menggugat Pak Tjong Ping, tapi keseluruhan yang mengaku pengurus dan penilik, total ada 14 orang," tambah Nang Engki Anom Suseno.

Engki menjelaskan, umat pada dasarnya ingin memiliki pengurus yang definitif, tetapi dengan proses yang sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) Klenteng. Menurutnya, proses yang dilakukan Go Tjong Ping dan timnya justru melanggar AD/ART.

"Kami menggugat kepengurusannya, karena prosedurnya tidak sesuai dengan AD/ART," tandasnya..

Engki menambahkan, pihaknya masih menunggu pemanggilan resmi dari Pengadilan Negeri Tuban untuk sidang pertama. Diperkirakan undangan sidang akan diterima dalam satu hingga dua minggu setelah gugatan dikirim ke Pengadilan Negeri Tuban.

Menanggapi somasi yang dilayangkan sebelumnya, Engki menyebut pihak Go Tjong Ping telah memberikan jawaban, namun dinilai tidak memuaskan pihak penggugat. Ia mengklaim sudah mendapatkan dukungan umat dan telah melakukan musyawarah. 

“Ada prasyarat yang perlu dipenuhi umat agar bisa diakui sebagai umat klenteng untuk memiliki hak memilih dan dipilih. Ini yang tidak dilakukan Pak Tjong Ping,” sebut Engki.

Menurutnya, tak semua orang yang beragama Buddha, Konghucu, dan Tao yang datang ke Klenteng bisa mengklaim diri sebagai umat TITD Kwan Sing Bio. Ada klasifikasi umat yang harus merujuk pada AD/ART, yakni mereka yang memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) aktif.

“Untuk umat di Tuban, seluruh KTA-nya mati. Tidak ada, tidak punya KTA semua. KTA-nya mati. Kalau mati kan berarti tidak punya, harus dihidupkan dulu,” lanjutnya.

Ia menegaskan, prosedur pemilihan yang benar harus dimulai dengan mengaktifkan KTA terlebih dahulu, yang menjadi dasar legalitas umat untuk melakukan musyawarah dan memilih panitia. Setelah itu, barulah proses pemilihan pengurus bisa dilakukan.

Namun permasalahan menjadi pelik karena menurut akta perjanjian tahun 2020, pengurus Surabaya berhak mengaktifkan KTA. Tapi masa jabatan pengurus Surabaya disebut telah berakhir sejak 1 Januari 2025.

“Dari 1 Januari 2025, secara aturan atau kesepakatan, pengurus Surabaya sudah tidak berwenang. Jadi umat berhak, tapi cara mengambil haknya tidak demikian,” kata Nang Engki Suseno.

Seharusnya, lanjutnya, umat melakukan musyawarah untuk membentuk panitia yang memiliki tugas spesifik: menghidupkan KTA, bukan memilih pengurus. Karena dalam AD/ART, musyawarah umat tidak diberi kewenangan untuk langsung memilih.

“Musyawarah umat cuma satu, agar bisa merubah AD/ART. Musyawarah umat bisa diputuskan membentuk panitia, yang memiliki tugas spesifik untuk menghidupkan KTA dulu, bukan untuk memilih,” tegasnya.

Sementara itu, soal kemungkinan adanya unsur pidana, Engki menyebut masih dalam tahap kajian internal dan belum bisa dibuka ke publik. Fokus mereka saat ini adalah gugatan yang telah dilayangkan ke pengadilan.

Kasus ini membuka babak baru dalam dinamika internal Klenteng Kwan Sing Bio Tuban. Akankah sengkarut kepengurusan ini akan terus bergulir hingga proses hukum berjalan di meja pengadilan?

 ***