Bertahan Hidup di Lampu Merah, Ibu-ibu Asli Tuban ini Mengaku tak Pernah Dapat Bantuan Pemberintah

02 July, 2025

JURNAL PAPAR, Tuban — Terik matahari tak menyurutkan langkah Siti Ngaesah untuk menenteng botol-botol air mineral ke pinggir jalan. Setiap hari, perempuan asli Tuban ini berdiri di lampu merah, menawarkan dagangannya kepada pengendara yang berhenti. Tak banyak yang ia harap. Bisa membawa pulang uang untuk makan saja sudah lebih dari cukup.

Sehari-hari, Siti hidup bertiga dengan suami dan anaknya. Sang suami sudah lama tidak bekerja, sementara anaknya belum punya penghasilan tetap. Dalam kondisi seperti ini, Siti menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga.

“Sehari bisa dapat lima puluh sampai enam puluh ribu, kadang juga cuma lima ribu,” tuturnya lirih, sambil menyeka peluh di dahi.

“Kemarin cuma dapat uang Rp5.000 jualan seharian,” imbuh Siti saat ditemui Jurnal Papar, Rabu, 2 Juli 2025.

Sebelum akhirnya berjualan air mineral, Siti sempat mencoba berbagai usaha kecil; menjual kacang, gorengan, jajanan, hingga rebusan. Namun, seiring bertambahnya usia, tenaganya tak lagi sekuat dulu.

“Dulu bisa goreng-goreng, bikin rebusan, keliling. Tapi sekarang badan sudah nggak kuat. Jadi ya jualan air saja,” ucap dia.

Ia memulai dagangannya setiap siang hari sekitar pukul 12.00, di lampu merah Patung Letda Soetjipto, dan pulang jika tubuhnya sudah tak sanggup lagi berdiri. Tak ada target omzet. Tak ada hari libur. Yang ada hanya semangat untuk bertahan hidup.

Yang membuat miris, meski kondisi ekonominya sangat memprihatinkan, Siti mengaku tak pernah sekalipun menerima bantuan dari pemerintah.

“Belum pernah dapat bantuan. Ya gitu, jalan sendiri,” ucapnya pelan, nyaris tanpa ekspresi.***