Pasar Krempyeng Tuban: Nadi Ekonomi Akar Rumput yang Mulai Tergerus Zaman

JURNAL PAPAR, Tuban - Di tengah gegap gempita kemajuan teknologi dan serbuan layanan daring, Pasar Krempyeng Ledok yang terletak di Gang Gading Jl. Lukman Hakim Tuban tetap berdiri sebagai simbol kehidupan ekonomi rakyat. Pasar ini bukan hanya tempat transaksi, melainkan potret otentik perputaran ekonomi akar rumput yang berdetak sejak fajar dan padam sebelum siang sempurna.

Disebut krempyeng karena durasi operasionalnya yang amat singkat sekitar pukul 10.00 pagi sudah rampung. Pasar ini mengandalkan ketepatan waktu, kesigapan tangan-tangan pekerja, dan keakraban antarwarga.

Para pembelinya mayoritas warga sekitar, yang datang dengan tujuan pasti. Yakni, mencari kebutuhan harian secara cepat dan ringkas.

“Saya sudah jualan di sini sejak masih SMA,” tutur Endah, salah satu pedagang yang ditemui Jurnal Papar, Minggu, 15 Juni 2025. 

Ia mengisahkan masa kejayaan pasar saat Stasiun Tuban masih beroperasi. “Dulu ramai mas, orang dari mana-mana mampir, apalagi banyak yang butuh bumbu cepet,” kenang pedagang yang menjadi saksi hidup naik-turunnya pasar ini. 

Kini, seiring waktu, geliat itu mulai menurun. Bukan karena hilangnya kebutuhan, tapi karena perubahan zaman dan cara konsumsi. Pasar krempyeng perlahan tersaingi oleh tukang sayur keliling, penjual rengkek hingga kemudahan belanja online.

“Sekarang itu gak terlalu ramai karena banyak tukang sayur keliling, sama orang seringnya pesen online,” tambah Endah yang tetap setia menggelar dagangannya meski tak seramai dulu.

Yang lebih mencemaskan bukan hanya soal omzet atau jumlah pembeli, tetapi regenerasi yang kian hilang arah.

“Anak-anak muda sekarang ndak ada yang mau nerusin,” ucapnya lirih.

Bahkan, beberapa lapak kini kosong karena ditinggal selamanya oleh pemiliknya, tanpa ada yang meneruskan.

Janji-janji dari pemerintah pun tak kunjung nyata.

“Dulu katanya mau dibikinkan bidak-bidak jualan mas, tapi ya ndak jalan, cuma didata saja,” sambung dia sambil tersenyum getir.

Meski begitu, dari sisi kbersihan, ada sedikit angin segar. Mobil sampah kini rutin berkeliling, membuat para pedagang tak lagi perlu repot membuang sampah jauh-jauh.

Penjual di pasar ini berasal dari berbagai daerah, seperti Kingking, Panyuran, Doromukti. Hanya Mbak Lah yang berasal dari Kebonsari, lokasi pasar ini berada. Mereka datang pagi-pagi, tak hanya membawa dagangan, tapi juga membawa semangat mempertahankan denyut ekonomi lokal.

Pasar Krempyeng menjadi bukti bahwa di tengah riuhnya era digital, masih ada ruang bagi pertukaran yang sederhana dan manusiawi. Pasar ini kecil, namun maknanya besar: bahwa ekonomi bisa hidup dari relung paling dasar, dari relasi antarwarga, dari kebutuhan yang nyata, dan dari tangan-tangan yang tak menyerah pada perubaham, meskipun dimarjinalkan oleh hiruk pikuk modernitas.

“Sedikit, tapi cukup,” cetus Endah menutup obrolan. ***