Gagal Berdamai di DPRD Tuban, Konflik Klenteng Kwan Sing Bio Tetap Berlanjut

31 July, 2025

JURNAL PAPAR, Tuban – Komisi II DPRD Kabupaten Tuban menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk membahas konflik internal yang berlarut di Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Kwan Sing Bio Tuban, Pada Rabu 30 Juli 2025 pukul 14.00 WIB. Rapat yang berlangsung di ruang paripurna DPRD itu mempertemukan antara dua pihak yang tengah berseteru soal kepengurusan klenteng terbesar di Asia Tenggara tersebut.

RDP ini dipimpin langsung Ketua Komisi II DPRD Tuban, Fahmi Fikroni. Juga hadir sebagai pihak tergugat adalah pengurus dan penilik baru TITD Kwan Sing Bio yang didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Koalisi Perempuan  Ronggolawe. Sementara itu, pihak penggugat diwakili Wiwit Endra Setijoweni beserta tim hukumnya dari WET Law Institute.

Rapat ini merupakan tindak lanjut dari permohonan LBH KP Ronggolawe yang meminta agar DPRD mendengar langsung berbagai persoalan internal TITD selama 15 tahun terakhir. Turut hadir dalam forum tersebut perwakilan Kementerian Agama Tuban dan Kabag Hukum Pemkab Tuban.

Namun, forum tersebut gagal menghasilkan titik temu. Pihak penggugat memilih keluar dari ruang rapat karena merasa tidak diberi kesempatan berbicara. “Kami selaku kuasa hukum merasa tidak diberi kesempatan. Justru pimpinan rapat dan pemohon hearing membatasi kami,” ujar kuasa hukum penggugat, Nang Engki Anom Suseno.

Engki menyebut bahwa pihaknya memiliki hak sah untuk mewakili kliennya berbicara dalam forum publik, dan keberatan atas pembatasan yang dilakukan Ketua Komisi II DPRD.

"Menunjuk kuasa hukum untuk diwakili berbicara di depan umum, di depan forum adalah hak yang harus dihormati oleh seluruh manusia baik itu subjek hukum berbadan hukum ataupun pemerintah, apalagi hearing ini diadakan DPRD komisi II, harusnya komisi II sangat faham akan hal ini," ujarnya.

Ia menambahkan, pembatasan hak tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip perlindungan hukum.

“Apapun dalihnya, negara tidak boleh berjalan di atas pelanggaran undang-undang. Kami punya dasar hukum yang jelas sebagai advokat,” tegas Engki.

Sementara itu, Ketua Komisi II Fahmi Fikroni mengatakan bahwa forum ini bertujuan untuk menelusuri akar masalah konflik yang terjadi di tubuh pengurus klenteng. Ia menekankan bahwa pihaknya hanya menindaklanjuti permintaan hearing dari LBH KP Ronggolawe.

“Kami ingin tahu apa dasar dari gugatan ini. Karena ini bukan forum pengadilan, maka kami beri kesempatan pada pihak yang menggugat untuk menyampaikan persoalan,” ujar Fahmi.

Ia juga menyatakan bahwa pihak DPRD terbuka jika pihak penggugat ingin mengajukan permohonan hearing secara resmi. “Kalau ingin hearing, silakan ajukan permohonan ke dewan. Kami akan tindak lanjuti,” imbuhnya.

Di sisi lain, Direktur LBH KP Ronggolawe, Nunuk Fauziyah, menanggapi langkah hukum pihak penggugat dengan menyarankan agar lebih memahami manajemen organisasi. "sah-sah saja kalau mau mendampingi di luar maupun di dalam persidangan, tetapi sekali lagi saya sampaikan sebaiknya kalau boleh saya katakan, mereka belajar lagi deh soal manajemen organisasi,” tandas Nunuk katanya.

Go Tjong Ping, salah satu pihak dari pengurus TITD Kwan Sing Bio, menyebut bahwa konflik ini berakar dari pemilihan pengurus yang selalu berujung gugatan. "kita 3x pemilihan tahun 2013 tiap ada yang kalah, langsung menggugat, otomatis pembimbing agama Budha maupun departemen agama tidak akan memberikan rekomendasi, rekomendasi awal dari permohonan ke Kemenkuham, kalau tidak ada itu maka tidak akan diberi," ujar Tjong Ping.

Ia berharap DPRD dapat menyelesaikan persoalan ini secara terbuka dan mengundang semua umat untuk membahas pokok masalahnya secara bersama-sama.

"Saya minta ini dari DPRD komisi II untuk menyelesaikan secepat mungkin dan mengundang seluruh umat, untuk melihat pokok permasalahannya apa," pungkasnya. ***