
Hong Ulun Basuki Langgeng. Hati saya tertinggal di Bromo, Probolinggo.
Ini kali pertama saya untuk berangkat meliput pagelaran akbar di lautan pasir Gunung Bromo. Setelah saya berjanji pada diri saya sendiri dan Mas Heri Lentho untuk berangkat di tahun ini. Ya, beliau adalah dalang dibalik pagelaran megah ini.
Malam itu terang. Saya bersama tim Jurnal Papar berangkat dari Tuban pukul 00.39 WIB persis diantarkan oleh Faaz Wisata ke Surabaya. Matahari pagi surabaya menyambut kami dengan hangat untuk segera pergi ke Bromo bersama dengan awak media lainnya.
Sampai di sana, betul, kami disambut suhu 12 derajat celsius sejak hari jum'at sampai minggu. Sempat hujan di hari minggu pagi dan minggu malam saat kami akan pulang. Namun, hawa dingin itu terselimuti oleh hangatnya penampilan luar biasa.
Sejak Gladi Bersih mata saya sudah dimanjakan dengan energik dan gemulai mereka. Jenis penampilan dan usia mereka beragam, paling kecil sekitar 4-5 tahun. Saya tidak sempat wawancara, keburu nangis. Iya, Anda tidak salah baca, saya menangis. Saya teringat dengan kelompok teater saya di kampus.
Mas Heri Lentho memang hebat. Setiap pertunjukan yang beliau adakan selalu membuat saya haru. Terbawa suasana. Udara dingin dan syahdunya Bromo membuat saya enggan menyiakan waktu di Bromo.
Pengisinya beragam. Ada juga yang dari luar pulau jawa. Saya sempat bercakap dengan salah satu penampil dari Jambi. Mereka membawakan tarian khas suku mereka, panen madu hutan. Selain saya takjub dengan tarian mereka yang berbeda dengan tipikal tarian jawa dan bali yang selama ini saya tahu, kisah dibalik sanggar itu juga mengesankan.
Sanggar Bungo Serangkai, namanya. Mereka dari Kabupaten Batanghari, jaraknya sejam perjalanan darat ke Ibu Kota Provinsi Jambi. Usianya beragam, pokoknya belasan tahun. Usia lulusan SMA awal, lah ya. Namun, saya tiba-tiba beku. "Beberapa dari mereka putus sekolah, Kak. Mereka dapat pembelajaran dari Sanggar." Ujar Mas Agung Habibillah, Pimpinan Sanggar Bungo Serangkai. Ini bukan kali pertama mereka pergi ke Jawa. Mereka juga mengisi acara Solo Menari beberapa bulan lalu.
Belum lagi, ada sebuah Sekolah Dasar dari Pamekasan, Jawa Timur yang berhasil memboyong anak didik mereka untuk tampil dalam acara ini. Anak-anak itu menampilkan dua tari sekaligus. Mereka masih kelas 4-5 SD. Jauh dari Pamekasan untuk unjuk gigi memperkenalkan budaya khas Pamekasan. Di Eksotika Bromo, semua orang sama rata dan dihargai. Tidak peduli siapa dan apa jabatan mereka. Bahkan Ibu Walikota Probolinggo saja ikut menari bersama juga tidak lupa, Bupati Probolinggo juga pamer keahlian baca puisi karyanya sendiri.
Saya langsung berkata pada diri saya, Acara ini luar biasa. Eksotika Bromo ternyata bukan cuma acara seni biasa. Ia pengajaran dan pembelajaran. *)
Berita Terkait
Tag
Arsip
Berita Populer & Terbaru










































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































Polling Online
Tidak ada polling tersedia.