Mengenal Syekh Maulana Umar Masud, Penyebar Agama Islam di Pulau Bawean Gresik

JURNAL PAPAR, Gresik - Seorang ulama besar bernama Syekh Maulana Umar Masud dikenal sebagai tokoh penyebar agama Islam di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik tahun 1601. Meski begitu, perjalanan dakwahnya tidaklah mudah. Saat itu, Pulau Bawean di masa kerajaan Majapahit di kuasai seorang raja bernama Babileon.

Melalui pendekatan dakwah seperti Wali Songo, Syekh Umar Masud mencoba menyebarkan Islam secara damai. Namun, pendekatan itu belum cukup menggoyahkan keyakinan masyarakat Bawean saat itu. Puncaknya terjadi adu kesaktian antara Umar Masud dan Raja Babileon di Alun-alun Bawean. 

Pertarungan berlangsung sengit dalam nuansa spiritual dan ilmu kanuragan. Singkat cerita, Umar Masud berhasil mengalahkan sang raja, dan peristiwa itu menjadi titik balik penyebaran Islam di pulau Bawean. Ia pun kemudian dikenal dengan gelar Pangeran Sidiq Maulana Masud, sebuah bentuk penghormatan dari warga Bawean atas perjuangannya.

Dalam catatan manuskrip yang disimpan oleh tokoh masyarakat Bawean, R.H. Mohammad Ali Masyhar, disebutkan bahwa Umar Masud datang secara tidak kebetulan. Ia melarikan diri dari pengejaran prajurit Majapahit setelah Kerajaan Giri Kedaton mengalami keruntuhan.

“Datang ke Pulau Bawean pun sangat unik. Umar Masud menaiki ikan besar yang menjadi transportasinya menyebrangi laut. Dalam pelariannya, Umar Masud ditemani kakaknya, Pangeran Sekar. Tujuan awalnjya itu Arosbaya yang ada di Pulau Madura. Namun akhirnya keduanya terpisah," katanya, Jumat,30 Mei 2025.

Diketahui, Pangeran Sekar menetap di Madura, sementara Umar Masud melanjutkan perjalanan ke Bawean. Bersaudara ini kemudian sama-sama dikenal sebagai penyebar Islam di tempat mereka masing-masing.

“Ternyata beliau adalah cucu dari Sunan Drajat, Raden Syarifuddin atau Raden Qasim, yang merupakan bagian dari Wali Songo. Maka tidak heran semangat dakwahnya begitu besar,” tambah Ali Masyhar.

Umar Masud memimpin masyarakat Bawean dalam masa transisi menuju kehidupan Islami. Ia bukan hanya menjadi ulama, tetapi juga pemimpin yang mengayomi rakyat.

Salah satu warisan yang masih dapat ditemui hingga hari ini adalah Masjid Jami’ Sa’adatuddarain, yang berdiri megah di barat Alun-alun Bawean — tempat terjadinya pertarungan bersejarah itu.

Syekh Maulana Umar Masud wafat pada tahun 1630 M, setelah lebih dari satu abad berdakwah di Bawean. Kepemimpinan spiritualnya kemudian dilanjutkan oleh satu-satunya putra beliau, Raden Ahmad Ilyas atau dikenal juga sebagai Pangeran Agung, yang memimpin dari tahun 1630 hingga 1661.

“Tidak hanya itu, nama beliau juga diabadikan sebagai nama rumah sakit daerah, yakni RSUD Umar Masud. Ini menandakan bahwa perjuangan beliau tidak boleh dilupakan,” jelas Ali Masyhar.***