Janggrung, Versi Ringkas Tayub yang Tetap Diminati Warga Tuban

23 July, 2025

JURNAL PAPAR, Tuban – Kesenian daerah di Kabupaten Tuban terus menunjukkan eksistensinya di tengah arus zaman. Salah satunya adalah Janggrung, sebuah seni pertunjukan tari dan musik tradisional yang kerap dianggap sebagai versi ringkas dari Tayub atau Ledhek. Meski lebih sederhana, Janggrung tetap memiliki daya tarik tersendiri, baik dari segi irama musik, pola tari, maupun interaksinya dengan penonton

Dalam setiap pentasnya, Janggrung selalu melibatkan tiga elemen penting: sindir atau waranggono (penyanyi perempuan), panjak (penabuh gamelan), dan pengibing (penonton yang ikut menari). Keterlibatan penonton sebagai pengibing menjadikan Janggrung sebagai pertunjukan yang partisipatif dan merakyat. Gelaran ini kerap hadir dalam acara budaya seperti pesta rakyat dan gelar seni daerah

“Janggrung itu adalah Tayub yang diperingkas, ditampilkan lebih sederhana,” jelas Hartoyo, Ketua Sanggar Genta Buana Laras. Perbedaan mencolok antara Janggrung dan Tayub terletak pada kelengkapan instrumen gamelan dan durasi pertunjukannya. Jika Tayub bisa berlangsung sejak siang hingga malam dengan format gamelan lengkap, maka Janggrung cenderung lebih ringkas, baik dalam durasi maupun iringan musiknya.

Dalam hal kostum, sindir pada Tayub tampil mencolok dengan sanggul besar, jarik, serta slendang berkilauan. Berbeda dengan sinden pada umumnya yang duduk, sindir dalam Tayub dan Janggrung justru tampil berdiri, menambah daya hidup dalam setiap gerakan dan lantunan lagu.

“Tempo musik tayub bisa disesuaikan, ada yang garapan lombok, lebih santai, atau rangkep yang lebih cepat dan rancak,” terang Sriyatmi, sindir asal Kecamatan Bancar. Ia bersama Indrawati, sindir lainnya dari Tuban, mengaku bahwa permintaan untuk tampil masih tinggi. “Kadang setiap hari ada job, karena masyarakat Tuban masih sangat melestarikan Tayub maupun Janggrung,” ujar Sriyatmi.

Pemerintah daerah melalui Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahrraga serta Pariwisata (Disbudporapar) pun melihat potensi besar dalam kesenian ini. Tahun ini, mereka berupaya mengusulkan Janggrung sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). “Janggrung itu bagian dari budaya asli Tuban. Kita ingin ini diakui secara resmi,” ujar Emawan Putra, selaku Kepala Dinas Disbudporapar Kabupaten Tuban

Dengan pengakuan resmi dan regenerasi yang terus berjalan, harapannya Janggrung tak hanya lestari, tapi juga mampu menempati ruang baru dalam pentas seni nasional.