
PAPAR – Di balik derasnya arus Kali Warung yang melintasi Desa Prunggahan Kulon, Kecamatan Semanding, tersimpan kisah kelam dari masa lalu. Sebuah tragedi yang tak tercatat di buku pelajaran, namun masih membekas kuat di ingatan para saksi sejarah.
Adalah Kasnawi, kini seorang warga sepuh di Prunggahan Wetan, yang menjadi saksi hidup atas kekerasan yang melanda desanya pada 1968. Saat itu, ia bertugas sebagai anggota Pertahanan Keamanan Desa (PKD), sebuah satuan pengaman lokal di tengah situasi politik yang bergolak setelah meletusnya G30S.
Ia masih mengingat dengan jelas satu peristiwa mencekam di tepi Kali Warung. Empat pria yang baru saja diturunkan dari persembunyian di gunung disebut sebagai anggota PKI dieksekusi di hadapan ratusan warga. Mata mereka ditutup kain, tangan terikat ke belakang. Tak ada pengadilan, tak ada pembelaan. Yang ada hanya kesunyian yang menggetarkan dan dentuman senjata yang memutus nyawa.
“Sebagian lagi hilang, padahal sudah menyerahkan diri. Sampai sekarang tidak diketahui rimbanya,” ujar Kasnawi lirih.
Di tengah gelombang penangkapan dan eksekusi, muncullah sosok misterius yang kisahnya menyebar dari mulut ke mulut: Suparman. Dikenal sebagai tokoh PKI yang sulit ditangkap, namanya melegenda karena dianggap memiliki kesaktian yang luar biasa.
Salah satu pengejaran yang disaksikan langsung oleh Kasnawi terjadi saat Suparman lari dan bersembunyi di tumpukan jerami. Jerami itu dikepung dan dihujani tombak serta senjata tajam. Namun, ketika digeledah, Suparman menghilang tanpa bekas.
“Pernah juga masuk ke tegalan. Sudah dikepung, bahkan tanaman di sana dibakar dari segala penjuru. Tapi dia tetap menghilang,” kenangnya.
Ketika segala cara tak membuahkan hasil, aparat menyandera kedua orang tua Suparman. Barulah setelah itu, pria yang disebut-sebut sakti itu menyerahkan diri. Ia kemudian ditahan dan dikirim ke Pulau Buru, lokasi yang menjadi tempat pembuangan ribuan orang yang dituduh terkait PKI.
Kasnawi menyebut, masa itu adalah masa di mana cap PKI begitu menakutkan. “Kalau ada warga yang tanpa sadar memberi tempat bersembunyi atau makan, langsung dianggap pengikut. Tak ada ruang untuk klarifikasi,” katanya.
Kini, puluhan tahun telah berlalu. Kali Warung tetap mengalir seperti biasa. Namun, alirannya menyimpan bisik-bisik masa lalu. Tragedi yang tak lagi dibicarakan secara terbuka, namun hidup dalam ingatan orang-orang seperti Kasnawi sebagai pelajaran pahit bahwa sejarah bisa begitu gelap saat kemanusiaan dibungkam oleh rasa takut.
Tag
Tag
Arsip
Berita Populer & Terbaru












































































Polling Online
Tidak ada polling tersedia.