
"Sampai jumpa, ya. Sampai bertemu lagi." Saya pandangi terus hingga Bus Surabaya - Semarang itu hilang dari pandangan. Sambil saya menjabat tangan Pemimpin Redaksi Jurnal Papar Indonesia, Mas Ali.
Sebelum ia mendapatkan bus, saya agak merasa haru. Begini ya, punya rekan kerja yang bisa membawa satu visi bersama. Bukan hanya soal kerja, tapi rasa yang dibawa. Semalam sebelumnya saya juga ditinggal balik oleh dua orang rekan dari Surabaya.
Ternyata, membangun sebuah mahakarya membutuhkan pengorbanan yang luar biasa. Kata ustad saya, yang penting profesional, amanah, disiplin, dan obyektif. Hal itu akan terus kami pegang bersama. Hari ini saya sedang mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT dengan cara menuliskan. MasyaAllah. Semoga tulisan ini tidak menimbulkan 'Ain.
Sesuai dengan visi kami, Cerita Akar Rumput #PorosFakta , kami berusaha menjadi suara bagi yang tidak bisa disuarakan. Entah bagaimana itu, rasanya kami ingin menjadi berbeda saja. Tentu dalam hal kebaikan. Kami mengumpulkan semua karyawan untuk kami berikan pembekalan. Tentu, mereka semua vokal dan semangat. Rasanya ingin saya peluk satu-satu dan ucapkan terima kasih, namun gengsi saya terlalu besar untuk menghampiri dan memeluk.
Tentu, masih bongkar pasang, normal. Toh saya juga masih dalam proses pendekatan di Kota Tuban. Di usia yang genap sebulan ini, saya rasa cukup cepat, namun juga jalan di tempat di satu waktu yang sama.
"Mas, aku harus banyak belajar, deh, aku merasa kurang." "Mas, rasanya aku bersyukur dan takut dalam satu waktu." "Mas, aku harus bagaimana, ya."
Ucapan itu setiap harinya saya dengar dari rekan-rekan. Maklum, rata-rata masih anak baru di dunia kerja. Mereka masih mahasiswa, namun entah bagaimana mereka bisa beradaptasi. Mental mereka juara.
Saya punya kebanggaan tersendiri dengan Muhammad, Fani, Soleh, dan Devy. Sekarang sudah jadi ber lima belas, harusnya lebih kuat. Devy, anak perempuan yang selalu diantar jemput orang tuanya, orang tuanya juga hebat. Karyawan perempuan pertama, usianya masih belia, baru menginjak di 20 awal. Namun, cara kerja dan hasil kerjanya melebihi saya, bahkan Anda yang baca. Anda harus mengunjungi sosial media kita. Rasakan setiap konten pasti bernyawa.
Soleh dan Fani juga sama, Mereka mampu beradaptasi. Mereka yang merupakan mahasiswa kupu-kupu mampu memberikan warna tersendiri dengan candaan khas warung kopi. Saya suka, saya mengenal Tuban lebih dekat dari mereka. Kalo Muhammad, jelas beliau berpengalaman dalam merekrut orang, jadi aman saja.
Setelah tulisan ini terbit, minggu depan Fani akan mendapatkan tugas liputan khusus pertama, Eksotika Bromo.
Mereka adalah empat orang pertama yang berhasil kami rekrut dan pertahankan di Tuban. Anda boleh berteriak pada saya bahwa saya lebay, tidak masalah. Namun nyatanya saya bangga kepada mereka. Mampu mereka bertahan hanya dengan berempat.
Begitu pula rekanan baru, mereka semua hebat. Saya harus mengabadikan pikiran dan perasaan saya melalui tulisan. Supaya suatu saat bisa saya baca ulang kembali. ***
Tag
Berita Terkait
Tag
Arsip
Berita Populer & Terbaru


















































































































































































































































































































































































































































































































Polling Online
Tidak ada polling tersedia.