
JURNAL PAPAR, TUBAN – masyarakat berdatangan di Gang Atasangin, Kelurahan Gedongombo, Kecamatan Semanding, Kamis pagi 3 Juli 2025. Warga berkumpul di sekitar Makam Atasangin Brawijaya, membawa berkat dari rumah masing-masing. Hari itu, mereka menggelar sedekah bumi, bagian dari rangkaian bersih kelurahan yang jadi tradisi turun-temurun di wilayah tersebut.
Acara ini bukan sekadar kumpul makan-makan. Tradisi slametan yang digelar setiap tahun sekali itu merupakan bentuk syukur masyarakat atas rezeki dan keselamatan yang diterima.
Lokasinya pun bukan sembarangan, makam tokoh yang dihormati, Makam Raden Aryo Kronojoyo putra Raden Aryo Dikoro, tokoh yang disakralkan masyarakat Gedongombo yang menjadi titik utama pelaksanaan sedekah bumi bagi warga Gang Atasangin.
Rangkaian sedekah bumi di Gedongombo sendiri terbagi menjadi tiga titik utama. Dimulai dari makam Syekh Siti Jenar, lalu ke makam Maulana Maghribi, dan ditutup di Makam Atasangin Brawijaya. Di titik terakhir inilah, warga dari berbagai RT di Kelurahan Gedongombo berkumpul bersama dalam suasana guyub.
"Acara ini sudah ada sejak dahulu, sejak zaman nenek moyang kami sudah ada, meskipun untuk hiburannya berbeda, tapi selalu sama, yaitu ada sedekah bumi." Jelas Henduk, masyarakat setempat yang juga merupakan sekertaris kelurahan Gedongombo.
Konsep acaranya sederhana tapi sarat makna. Masyarakat datang membawa berkat, makanan atau jajanan khas kampung. Berkat tersebut didoakan terlebih dahulu dalam ritual doa, kemudian diletakkan bersama di satu tempat. Setelah itu, siapa pun boleh mengambil dan menukar dengan berkat lainnya. Tidak ada yang ditentukan, semua bebas berbagi. Prinsipnya adalah “bancakan”, atau berbagi secara sukarela tanpa membeda-bedakan.
"Masyarakat boleh untuk mengambil berkat yang ada disini mau ditukar pun juga boleh, karena memang sedekah bersama, jelas pak Henduk sekertaris kelurahan Gedongombo.
Usai prosesi doa dan pembagian berkat, acara dilanjutkan dengan hiburan rakyat. Wayang kulit digelar semalam suntuk sebagai bentuk pelestarian budaya sekaligus penutup rangkaian kegiatan.
Meski zaman terus berubah, tradisi ini tetap hidup di tengah masyarakat Gedongombo. Bagi mereka, sedekah bumi bukan hanya soal adat, tapi juga cara menjaga koneksi spiritual dengan leluhur dan mempererat hubungan antarwarga. Sebuah kearifan lokal yang terus dijaga agar tidak luntur oleh waktu. ***
Berita Terkait
Tag
Arsip
Berita Populer & Terbaru
















































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































Polling Online
Tidak ada polling tersedia.