Makam Sunan Bejagung Kidul, Wisata Religi di Tuban yang Dikeramatkan, Ini Cerita Juru Kuncinya

13 July, 2025

Jurnal Papar, Tuban – Setiap hari, kawasan pemakaman Bejagung Kidul di Kecamatan Semanding Tuban tak pernah benar-benar sepi. Selalu ada peziarah yang datang. Entah sendiri, bersama keluarga, atau rombongan. Mereka datang untuk berziarah ke makam tokoh agama yang dikenal sebagai Sunan Bejagung Kidul.

Makam ini berada di kawasan Bejagung, tidak jauh dari pusat kota Tuban. Lokasinya berada di area khusus pemakaman umum, namun tersekat dengan batu bata yang menjadi tembok, peninggalan sunan bejagung.

Kawasan ini menjadi bagian dari dua situs religi besar di Bejagung, yaitu Bejagung Kidul dan Bejagung Lor.

“Dulu disebutnya hanya Mbah Buyut. Yang di sini disebut Bejagung Kidul, yang di utara disebut Bejagung Lor. Nama itu berdasarkan letaknya,” kata Pak Agung, juru kunci makam yang sudah enam tahun menjaga tempat ini.

Nama Sunan Bejagung Kidul merujuk pada Syekh Hasyim Alamuddin. Ia dikenal sebagai tokoh ulama yang dulunya berasal dari keluarga kerajaan Majapahit. Sebelum menjadi ulama, ia adalah Kusumawardhani, putra Raja Hayam Wuruk.

Meski dibesarkan di lingkungan istana, Kusumawardhani memiliki keinginan kuat untuk masuk Islam. Keinginannya itu tidak diterima oleh keluarga kerajaan. Tapi tekanan itu tidak membuatnya mundur. Ia tetap mencari jalan untuk bisa belajar agama Islam.

Langkah awalnya adalah menemui Syekh Jumadil Kubro, salah satu tokoh ulama besar pada masanya. Tapi Syekh Jumadil Kubro tidak langsung menerimanya sebagai murid. Ia hanya memberi arahan agar Kusumawardhani belajar kepada putranya, Syekh Abdullah Asyari.

Syekh Abdullah Asyari inilah yang dikenal sebagai Sunan Bejagung.

Kusumawardhani pun pergi menemui Sunan Bejagung. Ia mulai belajar Islam dari dasar. Ia mengikuti semua proses belajar, dari teori hingga praktik. Ia belajar dengan tekun, meski latar belakangnya sebagai bangsawan sempat membuat orang ragu.

Namun, ia terus bertahan. Ia menghafal, memahami, dan mempraktikkan ajaran agama. Dalam waktu yang tidak singkat, ia mulai menguasai ilmu agama. Ketika merasa cukup siap, ia memantapkan hati untuk masuk Islam.

Setelah menjadi mualaf, Kusumawardhani tak hanya berhenti sebagai murid. Ia melanjutkan belajar agama hingga akhirnya dipercaya memimpin sebuah padepokan. Dari situ, ia dikenal sebagai Syekh Hasyim Alamuddin, atau yang lebih dikenal dengan nama Sunan Bejagung Kidul.

Kini, makamnya menjadi salah satu titik penting dalam peta wisata religi di Tuban. Peziarah datang dari berbagai kota. Tidak hanya dari Tuban, tapi juga dari luar Kota.

"Saya datang kesini rombongan, ada 40 orang. Kesini memang untuk napak tilas, selain untuk wisata, tapi juga untuk perjalanan religi," Jelas Munib, peziarah asal Jombang.

Di sekitar makam, terdapat sejumlah peninggalan yang masih terjaga. Ada pondasi dari batu bata peninggalan Syekh Hasyim Alamuddin petilasan dalem, serta Pondok Pesantren Sunan Bejagung yang didirikan untuk melestarikan ajaran-ajarannya.

Kawasan ini memang tidak memiliki promosi besar-besaran seperti tempat wisata modern. Tapi keberadaan makam ini tetap dikenal luas. Informasinya menyebar dari cerita ke cerita, dari mulut ke mulut.

Pak Agung mengatakan, hampir setiap hari ada peziarah yang datang. Kadang datang di pagi hari, kadang malam. Tidak ada waktu khusus. Tapi hari Jumat dan hari-hari tertentu biasanya lebih ramai.

Seperti pada saat Haul Sunan Bonang yang terlaksana beberapa hari lalu, para peziarah masih menyempatkan untuk datang ke komplek sunan Bejagung.

"Peziarah selalu ramai, kaya kemarin waktu bonangan (haul sunan Bonang) itu yang datang satu bus," jelas Agus.

“Kadang orang datang sendiri, ada juga yang rombongan. Mereka datang untuk mendoakan, atau sekadar ingin tahu sejarah,” tambahnya.

Ziarah ke makam ini bukan sekadar tradisi. Bagi sebagian orang, ini adalah bentuk penghormatan. Ada pula yang datang karena nazar. Sebagian lainnya ingin mencari ketenangan.

Meski sederhana, kompleks makam ini terawat. Jalan masuknya mudah dijangkau. Area parkir cukup luas. Di dalamnya, suasananya tenang. Tidak banyak suara. Hanya suara angin dan orang-orang yang berdoa.

Cerita tentang Syekh Hasyim Alamuddin tetap bertahan di tengah arus zaman. Ia dikenang sebagai salah satu sosok penting yang berjasa dalam penyebaran Islam di Tuban.

Bagi warga Tuban, makam ini tidak cuma tempat ziarah. Tapi juga bagian dari masyarakat. Tempat ini menunjukkan bahwa penyebaran Islam di Jawa tidak hanya dilakukan lewat perang atau kekuasaan, tapi juga lewat pendidikan dan keteladanan.

Setiap batu, setiap situs, punya nilai sejarah. Semua itu menjadi saksi perjalanan seorang tokoh agama yang pernah hidup dan mengajar di kawasan ini.

Pondok pesantren yang berdiri di sekitar makam juga menjadi bagian penting dari pelestarian ajaran Sunan Bejagung Kidul. Santri yang belajar di sana bukan hanya mempelajari kitab kuning, tapi juga mengenal sejarah dan peran ulama lokal dalam penyebaran Islam di Tuban.

Di tengah perkembangan kota dan munculnya wisata modern, Bejagung Kidul tetap bertahan sebagai destinasi religi. Tidak banyak yang berubah. Suasana tenangnya tetap terjaga. Dan peziarah tetap datang.

Ziarah ke makam Sunan Bejagung Kidul adalah bentuk penghormatan, bentuk koneksi spiritual, sekaligus pengingat bahwa sejarah Islam di Indonesia dibangun dari keberanian orang-orang seperti Syekh Hasyim Alamuddin, yang Selalu mencari kebenaran. ***