Hari Lingkungan Hidup 2025: Ecoton Ingatkan Bahaya Mikroplastik di Udara

06 June, 2025

JURNAL PAPAR, SURABAYA – Mikroplastik kini tak hanya mengancam lingkungan, tapi juga langsung menyerang otak manusia. Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) memperingatkan bahwa akumulasi partikel mikroplastik dalam sel imun otak berpotensi memicu peradangan saraf dan gangguan autoimun. Menyambut Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Ecoton mendesak pemerintah segera mengendalikan sumber mikroplastik di udara yang sudah mencapai tingkat membahayakan di berbagai wilayah Jawa Timur.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa mikroplastik dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan dan mengendap dalam jaringan otak. Temuan itu dikuatkan oleh riset internasional berjudul “Bioaccumulation of microplastics in decedent human brains” oleh Alexander J. Nihart dkk, yang menyatakan bahwa partikel plastik jenis polietilen ditemukan dalam otak manusia yang telah meninggal.

“Keberadaan polietilen dalam otak harus menjadi peringatan keras bagi masyarakat Indonesia,” tegas Koordinator Pendidikan dan Kampanye Ecoton, Alaika Rahmatullah, Rabu (4/6). Ia mengungkapkan bahwa penduduk Indonesia kini menjadi yang paling banyak mengonsumsi mikroplastik di dunia, mencapai 15 gram per bulan, sebagian besar melalui inhalasi udara yang terkontaminasi.

Ecoton menyatakan bahwa akumulasi mikroplastik dalam sel imun otak menyebabkan tubuh mengenali partikel tersebut sebagai benda asing, sehingga memicu neuroinflamasi atau peradangan saraf. Polietilen, yang umum ditemukan pada botol air minum dalam kemasan, ditemukan dalam proporsi lebih tinggi di otak dibandingkan organ lain seperti hati dan ginjal.

Data yang dihimpun Ecoton menunjukkan kadar mikroplastik tertinggi di udara Jawa Timur ditemukan di Pasar Benjeng, Gresik, dengan 141 partikel per 2 jam. Disusul Sidoarjo 50 partikel, Jombang 16 partikel, Surabaya 13 partikel, dan Mojokerto 12 partikel dalam periode waktu yang sama.

Uji lapangan yang dilakukan pada Mei 2025 di enam desa di Sidoarjo termasuk Tropodo dan Wonoayu membuktikan bahwa udara telah tercemar oleh berbagai jenis mikroplastik, seperti fiber, filamen, dan fragmen. Di Kecamatan Wonoayu saja, ditemukan 65 partikel dalam waktu 3 jam.

Alaika menyebut bahwa penyebab utama pencemaran udara mikroplastik berasal dari kebiasaan membakar sampah plastik, gesekan ban kendaraan dan alas kaki, sistem pembuangan terbuka (open dumping), industri daur ulang, produk rumah tangga, serta limbah tekstil polyester.

“Pemerintah harus bertindak. Ini bukan lagi isu lingkungan semata, tapi sudah masuk ranah kesehatan publik,” tegas Alaika.

Ecoton mendesak pemerintah untuk:

  • Menegakkan hukum pelarangan pembakaran sampah plastik.
  • Tidak menggunakan teknologi pembakaran dalam pengolahan sampah.
  • Mengendalikan seluruh sumber pelepasan mikroplastik ke udara.
  • Menetapkan baku mutu mikroplastik di lingkungan dan dalam seafood.